close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi: tribratanews.bengkulu.polri.go.id/
icon caption
Ilustrasi: tribratanews.bengkulu.polri.go.id/
Nasional
Kamis, 22 Desember 2022 14:54

Rapor merah Polri untuk cita-cita presisi

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, semua isu dan masalah tersebut membuat Korps Bhayangkara akan mengambil sebuah resolusi.
swipe

Jalan Presisi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ternoda oleh beberapa tingkah dari anggotanya sendiri, mulai dari tamtama, bintara, bahkan perwira. Mereka melakukannya dengan sengaja ataupun tidak, tetapi tetap saja membuat nama Polri melejit dalam nuansa negatif.

Semua terangkum dalam peristiwa pada 2022 ini. Di mana, sejumlah kasus yang membuat perhatian masyarakat tertuju bahkan hingga menjadikan masyarakat sebagai korban. Beberapa kasus cepat terendam, namun ada pula yang bertengger dalam diskusi masyarakat di warung kopi.

Kepolisian pun angkat bicara. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, semua isu dan masalah tersebut membuat Korps Bhayangkara akan mengambil sebuah resolusi.

Penulis kemudian bertanya langsung, resolusi 2023 yang dimaksud. Sayangnya, Dedi enggan membeberkan lebih jauh. Tetapi dia berjanji akan membeberkan semuanya pada 30 Desember 2022. Saat itu kepolisian siap untuk memberikan hasil rekoleksi diri mereka selama ini dan mengambil langkah ke depannya.

“Tentu kami sudah siapkan resolusi tahun baru nanti, pada 30 ini kami sampaikan. Karena ini sudah masuk pembahasan saat rakor Kasatwil kemarin,” kata Dedi kepada Alinea.id, Kamis (22/12).

Hal itu wajib dilakukan. Apalagi beberapa pihak sudah mengingatkan agar polisi, khususnya Kapolri menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Salah satunya yang ditulis Farouk Arnaz dalam bukunya ‘Jalan Presisi Kapolri’. Dalam bukunya, Farouk mengingatkan agar Kapolri Sigit sebagai pimpinan tertinggi, menjadi teladan dengan menunjukkan sikap Bhayangkara sejati. Bukan hanya meniru sikap Hoegeng yang selalu didapuk sebagai polisi sesungguhnya.

Sigit masih memiliki waktu untuk berbenah di tubuh institusi tercintanya. Namun, sebelum pembenahan kita lihat di waktu mendatang seperti kata Dedi, mari kita mengulik kembali tingkah para anggotanya yang membuat citra dari institusi ini tercoreng di 2022. Beberapa kasus tersebut adalah:

Kerusuhan di Wadas

Konflik agraria di Desa Wadas meletus pada 8 Februari, diwarnai dengan kedatangan aparat ke desa tersebut untuk mengamankan pengukuran tanah pembangunan Bendungan Bener. Di hari itu sedikitnya 60 warga ditangkap karena dianggap melakukan penolakan dengan unsur ancaman kekerasan, seperti membawa senjata tajam.

Kasus ini menjadi viral setelah unggahannya muncul di media sosial. Banyak narasi yang menuding kepolisian telah bertindak seenaknya dalam peristiwa tersebut dan menjadi kasus pertama menyandung Polri.

Kepolisian telah mengepung warga yang berada di dalam masjid. Bahkan, banyak unggahan itu berawal dengan adanya gambar atau foto-foto kegiatan Kepolisian Resor Purworejo yang diunggah oleh akun-akun medsos.

Kendati demikian, kepolisian dan TNI telah memberikan sejumlah narasi untuk melawan isu ini. Bagi aparat, tindakannya semata untuk melindungi masyarakat setempat, dari masyarakat yang bertindak anarkis.

AKBP Raden Brotoseno

Nama ini sempat mewarnai jagad maya karena rasa pamrih Polri kala menerima kembali anggotanya dalam pangkuan Korps Bhayangkara. Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020 dan juga dinyatakan bebas murni pada 29 September 2020.

Namun pada 2022, namanya muncul kembali atas desakan para pihak. Masyarakat tidak terima dengan rasa legowo kepolisian untuk menerima kembali terpidana tindak pidana korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat itu.

Kadiv Propam Polri saat itu, Irjen Ferdy Sambo mengatakan, pemecatan tidak diterapkan kepada penyidik berpangkat kembang dua itu karena dirinya dinilai berprestasi. Brotoseno menerima keputusan sidang KKEP dimaksud dan tidak mengajukan banding.

Kendati demikian, Irjen Ferdy Sambo mengaku, Brotoseno tidak menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural dengan wujud perbuatan saat menjabat Kanit V Subdit III Dittipidkor Bareskrim Polri. Brotoseno juga diyakini menerima suap dari tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Namun, Brotoseno dinilai telah menjalani masa hukuman tiga tahun dan tiga bulan dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor 5 tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas). Brotoseno kemudian bertugas di Divisi TIK Polri.

Awal Juni, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap hasil sidang etik ekspenyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Raden Brotoseno.

Sigit mengatakan, pengajuan PK akan dilakukan setelah revisi terhadap Peraturan Kapolri (Perkap) selesai. Ia telah melaksanakan rapat dengan berbagai pihak seperti Kompolnas, Menkopolhukam, hingga para ahli pidana untuk berdiskusi dan mencarikan solusi dari permasalahan Brotoseno yang tidak dipecat dari Polri.

Pembunuhan berencana Brigadir J

Pada 8 Juli 2022, menjadi tanggal bersejarah dimulainya drama Brigadir Yosua atau Brigadir J dengan mantan Kadiv Propam Polri yaitu Ferdy Sambo dan sang istri Putri Candrawathi. Ajudannya itu terbujur kaku di rumah dinasnya setelah dihujam timah panas beberapa kali tanpa perlawanan.

Singkat cerita, ternyata bukan hanya Brigadir J yang menjadi korban dalam lakon ini. Banyak anggota polisi dari berbagai bagian yang terenggut karir cemerlangnya karena terlibat dalam kasus ini.

Pengadilannya masih berlangsung bahkan hingga berita ini dinaikkan. Kesaksian dari setiap pihak belum dapat membawa majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sampai ke titik kesimpulan.

Dakwaan dari jaksa penuntut umum, keterangan para saksi dan terdakwa, hingga celotehan pengacara Brigadir J-Kamaruddin Simanjuntak mewarnai isu ini. Namun yang jelas, kasus ini kembali memberikan jalan yang berlubang bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melancarkan jalan presisi yang dikumandangkan selama ini.

Phak Sambo juga telah mengadu ke Dewan Pers supaya para jurnalis tidak membuat pemberitaan yang dianggap menyerang pihaknya. Namun, pembaca tidak perlu khawatir karena di Alinea.id pembaca dapat mengikutinya dalam beberapa pemberitaan, sebab tidak ada isu liar yang tayang, semua berdasarkan keterangan narasumber.

Kini hanya tersisa satu setengah pekan di 2022, sepertinya tujuan penuntasan kasus ini sesuai misi para penegak hukum harus diundur, hingga hakim dapat mengambil sikap dan tidak ada lagi kesimpangsiuran kendati Sambo-demikian panggilan akrabnya-telah mengakui tindakannya untuk mencabut nyawa Yosua.

Gas air mata di Stadion Kanjuruhan

Kini siapa yang tidak berpikir pahit atas insiden tersebut. Ratusan nyawa menghilang dalam satu tempat dan satu waktu selayaknya genosida.

Kericuhan yang sempat terjadi usai pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya ternyata berakhir dengan keji. Bukan skor, namun anak-anak dan orang tuanya kini terpisah begitu saja malam itu karena meninggal hasil menghirup udara yang disemprotkan gas air mata.

Gas itu disemprotkan aparat kepolisian ke arah tribun, padahal saat itu banyak suporter Arema yang hendak keluar stadion lantaran melihat kericuhan yang akan terjadi. Terlambat, gas air mata melesat lebih cepat dan di depan mereka, pintu evakuasi tidak dapat terbuka.

Kini Stadion Kanjuruhan lebih pantas menjadi pusara daripada stadion sepak bola akibat ulah aparat. Bahkan, sang ibu yang menunggu kedatangan anak-anaknya pun selamanya akan membenci sepak bola.

Baru saja kepolisian mengaku, harus melepaskan salah seorang tersangka yang ditetapkan beberapa waktu lalu, yakni Direktur PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita.

Alhasil, kasus ini menyisakan lima tersangka lainnya. Mereka adalah Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Abdul Haris; security officer Suko Sutrisno, Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu SS, anggota Brimob Polda Jatim H,  dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.

Teddy Minahasa, sang jenderal dan usaha sita-jual narkoba

Meskipun masyarakat sudah tidak heran melihat tingkah polisi yang terlibat dalam kriminal, namun rupanya pada kasus ini tetap membuat banyak orang heran. Bergelimang pangkat dan karir cemerlang, rupanya tidak membuat jenderal bintang dua ini tidak melakukan hal negatif.

Teddy ditangkap oleh penyidik, yang jelas memiliki pangkat yang lebih rendah dari dirinya, atas tindakannya dalam menjual barang haram sitaan tersebut. Padahal saat itu dirinya baru saja hendak menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur, karena Nico Afinta digeser dari kursinya atas insiden Kanjuruhan.

Maka dari itu, Sigit selaku Kapolri, harus repot kembali mencabut surat telegram mutasi dan menggantinya dengan yang baru. Ketika surat telegram itu resmi dikeluarkan yang baru, penyidik langsung menangkap sang jenderal, pada Oktober tahun ini.

Teddy sendiri sempat menunjuk pengacara canggih spesialis antinarkoba, Henry Yosodiningrat. Tidak lama, Henry mengundurkan diri, dan penasehat hukum kondang bergelimangan cincin batu di jemarinya Hotman Paris Hutapea, mengisi kursi tersebut.

Kemarin, berkas kasusnya telah dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan. Penyidik langsung membereskan kembali pemberkasannya untuk diserahkan sebagai bagian dari tahap II.

Ismail Bolong dan jenderal bintang tiga

Kasus ini bermula saat salah seorang bernama Ismail Bolong mengunggah video yang berisi adanya setoran dana kepada beberapa Pati Polri termasuk Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, terkait dengan kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur. Kemudian, hal tersebut juga dibenarkan Ferdy Sambo dan mantan Karopaminal Divpropam Polri Hendra Kurniawan.

Hendra yang membenarkan keberadaan laporan hasil penyelidikan (LHP) terkait tambang ilegal di Kalimantan Timur sesuai dengan apa yang terdapat dalam video Ismail Bolong.

Penasihat hukum Hendra, Henry Yosodiningrat mengatakan, kliennya dan Ferdy Sambo memastikan Agus telah diperiksa dan itu tertuang dalam berita acara interogasi. Perkataan keduanya dianggap memberikan penegasan sebagai bukti cukup bahwa jenderal bintang tiga itu terlibat dalam kasus ini.

“Nah sekarang Ismail Bolong harus dilindungi, jangan ditekan, jangan suruh lari, jangan dihilangin,” katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (1/12).

Sambo juga telah mengamini, terkait pemeriksaan terhadap Agus dalam kasus ini. Namun, Agus membantah dan menuding pihak Sambo cs hanya mencoba lempar bola panas karena ramainya isu Brigadir J yang menjerat dirinya.

Dalam beberapa kesempatan, Polri enggan berbicara lebih jauh soal isu tersebut. Polisi masih ingin berfokus pada bukti yang ada, dan semua bukti yang ada dianggap hanya merujuk pada perkara tambang ilegal di sana dengan Ismail Bolong cs sebagai tersangka.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan